RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – CREA mengapresiasi inisiatif Presiden Prabowo untuk menghapus penggunaan bahan bakar fosil dari sektor pembangkit pada tahun 2040 sebagai langkah signifikan dalam mewujudkan ambisi Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca, mengatasi polusi udara, serta menarik investasi.
Untuk mewujudkan visi tersebut, dibutuhkan investasi dalam jumlah besar dan target energi bersih yang jauh lebih tinggi – sedangkan, target penambahan 75 GW energi terbarukan pada tahun 2040 belum mendekati jumlah yang sebenarnya dibutuhkan untuk menggantikan penyediaan listrik dari pembangkit listrik berbasis batubara, minyak bumi, dan gas alam selama periode ini.
Pelantikan Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 20 Oktober 2024 menandai dimulainya era baru bagi Indonesia, menekankan realisasi pertumbuhan ekonomi 8% untuk bangsa. Hanya dalam waktu satu bulan, Presiden Prabowo membuat kemajuan besar dalam upaya ini, dengan diumumkannya komitmen iklim yang ambisius pada Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan, dan KTT G20 di Rio de Janeiro, Brazil minggu lalu.
Pada tanggal 12 November, di sela-sela acara COP29, Utusan Khusus untuk Energi dan Perubahan Iklim untuk Indonesia, Hashim Djojohadikusumo, menyampaikan rencana peningkatan kapasitas pembangkit listrik sebesar 100 gigawatt (GW) dalam waktu 15 tahun, yang akan membutuhkan investasi sebesar USD 235 miliar, dengan 75% dari penambahan tersebut berasal dari energi terbarukan.
Direktur Utama dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), lebih lanjut menguraikan bahwa penambahan energi terbarukan sebesar 75 GW hingga tahun 2040 akan berasal dari pembangkit listrik tenaga air (25 GW), tenaga surya (27 GW), angin (15 GW), panas bumi (7 GW), dan bioenergi (1 GW). Tercatat pada keterangan materi presentasi, beban dasar pembangkit termal akan bertambah sebesar 28 GW, yang berasal dari batu bara (6 GW) dan gas (22 GW).
Pada tanggal 19 November 2024, pada KTT G20, Presiden Prabowo menyampaikan visi besar untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050, menyatakan rencana untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan pembangkit listrik berbahan bakar fosil lainnya dalam 15 tahun ke depan, serta membangun lebih dari 75 GW energi terbarukan dalam periode yang sama.
Pengumuman ini membawa secercah harapan di tengah ketergantungan negara ini terhadap batu bara semakin meningkat. Saat ini, 62% listrik on-grid dan off-grid berasal dari batu bara. Belum lagi, kapasitas pembangkit listrik tenaga batubara telah meningkat dua kali lipat sejak Indonesia menandatangani Perjanjian Paris pada tahun 2016.
Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) senilai USD 20 miliar diluncurkan pada bulan November 2022 saat Presidensi G20 Indonesia di Bali merupakan sebuah langkah maju yang signifikan dalam menghindari ketergantungan terhadap batubara. Kemitraan ini tidak hanya menunjukkan komitmen Indonesia dalam transisi batubara, namun juga keterbukaan terhadap upaya kolaboratif dalam memobilisasi pendanaan yang diperlukan untuk mengkatalisasi perubahan.
Mengingat komitmen yang diumumkan secara resmi antara Indonesia dan Amerika Serikat untuk terus berkolaborasi dalam JETP melalui penerapan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan, CIPP) bersamaan dengan reformasi kebijakan dalam negeri, CREA menyadari adanya peluang untuk menilai target energi terbarukan sebesar 75 GW hingga tahun 2040 yang baru saja diumumkan, dibandingkan dengan target yang dijabarkan dalam dokumen JETP CIPP pada bulan November 2023.
Tujuan untuk menghentikan penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar fosil pada tahun 2040 merupakan sebuah terobosan besar – sehingga Indonesia harus menetapkan ambisi yang jauh lebih tinggi dalam penerapan energi ramah lingkungan untuk mencapai tujuan tersebut.
Target tambahan 75 GW energi terbarukan dan 5 GW nuklir pada tahun 2040 yang diumumkan baru-baru ini hanya akan menghasilkan listrik bebas fosil sebesar sekitar 35% dari proyeksi kebutuhan listrik nasional.
Dalam kata lain, untuk memenuhi proyeksi permintaan listrik nol fosil pada tahun 2040, visi Prabowo memerlukan sekitar 25% tambahan pasokan energi bersih di luar rencana yang digariskan dalam JETP CIPP. Ini berarti targetnya harus ditingkatkan lebih dari dua kali lipat agar visi Prabowo menjadi kenyataan, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Implikasi dari komitmen yang berbeda terhadap proyeksi pembangkit listrik ramah lingkungan dan fosil yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jaringan listrik
Mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan permintaan listrik, penerapan target 75 GW sebenarnya berarti bahwa kebutuhan pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil akan meningkat sebesar 160% — dari 267 GW di tahun 2022 mencapai 704 GW di tahun 2040.
Sebaliknya, JETP CIPP menargetkan tambahan 210 GW pembangkit listrik non-fosil pada tahun 2040, dan mencapai 80% pangsa energi terbarukan pada periode yang sama. Perbandingan proyeksi kapasitas yang diuraikan dalam JETP CIPP dan rencana tambahan energi terbarukan sebesar 75 GW dirangkum dalam Gambar 2.
Gambar 2. Kapasitas berdasarkan sumber yang diproyeksikan dalam JETP CIPP dan perencanaan 100 GW pada tahun 2040
Memperbarui target energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan agar selaras dengan visi Prabowo mengenai penghapusan bahan bakar fosil pada tahun 2040 merupakan peluang besar untuk menarik investasi di Indonesia.
Di luar investasi sebesar USD 235 miliar yang digariskan oleh PLN untuk penambahan kapasitas sebesar 100 GW, peningkatan ambisi untuk memenuhi target energi bersih JETP CIPP akan menghasilkan investasi energi bersih setidaknya lebih dari jumlah investasi energi bersih yang setara (hampir USD 200 miliar dari tambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 130 GW).
Gambar 3. Proyeksi investasi energi bersih dari penambahan energi terbarukan sebesar 75 GW dibandingkan dengan JETP CIPP hingga tahun 2040
Terakhir, dari sudut pandang kualitas udara dan kesehatan, pembangkit listrik tenaga batubara di Indonesia saat ini bertanggung jawab atas 10.500 kematian tahunan dan beban ekonomi sebesar USD 7,4 miliar. Penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap akan membawa manfaat kesehatan yang besar, sementara peningkatan pembangkit listrik berbasis fosil akan memperburuk dampak polusi udara secara drastis.
Visi Prabowo, jika diimplementasikan sesuai peta jalan selaras dengan target iklim 1,5 derajat — yang mendahulukan manfaat kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama dan secara tegas menetapkan 30 tahun sebagai batas umur operasional — dapat menghindari total kumulatif 182.000 kematian terkait polusi udara dan biaya kesehatan sebesar USD 130 miliar – mulai tahun 2024 hingga berakhirnya masa pakai semua pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia. Karena angka-angka ini belum mencakup semua pembangkit listrik termal berbahan bakar fosil – yang juga mencakup gas dan minyak di luar batubara, maka dorongan menuju fase baru transisi energi ini akan membawa manfaat yang jauh lebih besar bagi seluruh warga negara Indonesia.
‘Visi Presiden Prabowo untuk penghentian penggunaan energi fosil pada tahun 2040 dapat menjadi titik balik bagi Indonesia. Di masa dimana kita memasuki momen penting transisi energi, upaya nasional dan dukungan internasional yang sejalan dengan visi ini akan membawa manfaat luar biasa bagi semua warga negara – tidak hanya dari investasi besar dalam pengembangan energi bersih, tetapi juga keuntungan langsung dari peningkatan kualitas udara. Namun, untuk mewujudkan tujuan ini diperlukan kepemimpinan yang kuat serta dukungan dari semua pemangku kepentingan yang terlibat, khususnya investor, untuk melihat potensi dari rencana tersebut dan memanfaatkan peluang ekonomi yang sangat besar yang ada,’ kata Katherine Hasan, Analis di CREA.
‘Komitmen Indonesia yang baru diumumkan untuk menghentikan semua pembangkit listrik tenaga batu bara dan bahan bakar fosil lainnya dalam waktu 15 tahun adalah tujuan yang benar-benar mengagumkan. Namun, kami sangat menyarankan pemerintah Prabowo untuk memastikan rencananya selaras dengan peta jalan investasi pembangkit on-grid yang tertera di dalam dokumen JETP CIPP, yang menunjukkan kebutuhan total investasi energi bersih yang lebih besar dari target yang baru-baru ini disampaikan yang hanya sebesar 75 GW. Kami juga meminta agar Pemerintah terus berupaya menghilangkan hambatan yang selama ini menghambat lepas landasnya sumber daya energi bersih berbiaya rendah di Indonesia, untuk memastikan bahwa tujuan yang ditetapkan dalam rencana tersebut sepenuhnya terwujud dalam jangka waktu yang diusulkan,’ kata Lauri Myllyvirta, Analis Utama di CREA. (RA)
Foto: ist