RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Hasil studi Institute for Essential Services Reform (IESR) menemukan bahwa daerah penghasil batubara berpotensi berkontribusi terhadap transisi ekonomi menuju energi bersih. Pelibatan masyarakat terdampak dengan mengedepankan aspek berkeadilan dalam proses transisi energi menjadi krusial, sehingga dapat beralih dari sistem ekonomi padat fosil ke ekonomi yang berkelanjutan.
“Pemerintah Pusat maupun Daerah perlu lebih memperhatikan mitigasi dampak transisi energi di daerah penghasil batubara,” ujar Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, dalam Dialog Media atas studi IESR berjudul “Just Transition in Indonesia’s Coal Producing Regions, Case Studies Paser and Muara Enim,” Selasa (21/11).
IESR melakukan studi tersebut sejak tahun 2021. Ini dilakukan untuk mendapatkan bukti empiris transisi batubara di daerah penghasil batubara yaitu Paser di Kalimantan Timur dan Muara Enim di Sumatera Selatan.
Berdasarkan studi tersebut, ada beberapa hal yang menjadi potensi berjalannya transisi energi di antaranya timbulnya kesadaran untuk tidak bergantung pada satu sumber pendapatan daerah saja, seperti hanya pada sektor batubara, serta adanya inisiatif perusahaan untuk mengembangkan bisnis di luar batubara dan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dapat menjadi sumber pendanaan untuk pemberdayaan masyarakat. Namun demikian, potensi tersebut belum dapat optimal karena beberapa hambatan, seperti terbatasnya kewenangan pemerintah daerah, kurangnya kapasitas keuangan, dan kurangnya infrastruktur kesehatan dan pendidikan.
BACA JUGA : Penerbitan CIPP Ditunda, Ini Komentar IESR
“Pemerintah perlu memperhatikan fenomena transisi energi di daerah penghasil batubara agar dampaknya dapat ditanggulangi. Saat ini, Indonesia masih memiliki waktu untuk mempersiapkan proses transisi energi, namun waktunya tidak cukup lama. Jangan sampai saat industri batubara berakhir, daerah tidak siap untuk melakukan transformasi. Pemahaman yang tepat terkait konteks transisi energi di daerah perlu dikuasai oleh Pemerintah Pusat sehingga dapat melakukan intervensi aktif di daerah penghasil batubara,” ujar Fabby.
Studi tersebut juga menemukan kurangnya diversifikasi ekonomi dan pengembangan industri di wilayah penghasil batubara. Pasalnya, sebagian besar batubara yang diproduksi di Paser dan Muara Enim diekspor ke daerah lain dan belum mendorong pengembangan industri di daerah tersebut.
Perkembangan industri juga lambat di kedua wilayah, terutama di Paser, di mana produk domestik regional bruto (PDRB) industri manufaktur masih lebih rendah dibandingkan pertanian. Di Muara Enim, kurangnya peluang ekonomi yang layak juga disebabkan oleh terbatasnya lahan pertanian, terutama perkebunan karet, sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan dari perkebunan menjadi area konsesi pertambangan.
“Untuk itu, kami mendorong agar Pemerintah Pusat dan Daerah dapat melakukan transformasi ekonomi dengan sektor keunggulan di setiap daerah penghasil batubara. Misalnya saja sektor keunggulan di Kabupaten Paser adalah pendidikan dan jasa keuangan. Sementara sektor keunggulan di Kabupaten Muara Enim yakni akomodasi dan jasa makanan karena kinerjanya yang lebih baik dibandingkan daerah sekitarnya,” ujar Analis Sosial dan Ekonomi IESR, Martha Jesica.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Paser, Rusdian Noor, menyampaikan harapannya agar akselerasi transisi energi di daerah penghasil batubara diiringi dengan dukungan dari Pemerintah Pusat untuk investasi dan inovasi teknologi.
“Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Paser per tahun 2022 untuk membiayai pembangunan daerah sekitar 75 persen dari pendapatan dan disumbang paling besar oleh pertambangan. Transisi energi dengan diversifikasi sektor ekonomi harus mampu memenuhi 75 persen PDR, sehingga kami tidak kehilangan daya dalam melaksanakan pembangunan,” ungkap Rusdian.
Hal senada disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Muara Enim, Mat Kasrun. Dia mengungkapkan agar pihaknya dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan terkait transisi energi dan kewenangan pengembangan energi baru dan terbarukan.
Tidak hanya itu, Mat Kasrun juga berharap dukungan dari Pemerintah Pusat seperti diberikan keleluasaan dalam wewenang atau perizinan dalam pengembangan sektor ekonomi baru di daerah.