RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Sebagai bagian dari memperingati Hari Bumi dan meningkatkan pemahaman masyarakat untuk aksi penurunan emisi, Institute for Essential Services Reform (IESR) menggelar Festival Energi Terbarukan di Eco Park, Tebet, Jakarta, Minggu (21/4).
Festival ini memuat tiga rangkaian acara yang terdiri dari jalan santai rendah emisi, seminar dan pemaparan tentang energi terbarukan. Sekitar 108 peserta terlibat dalam acara ini.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengungkapkan bahwa acara Festival Energi Terbarukan ini merupakan upaya untuk menggerakkan aksi nyata dalam mendukung transisi energi di Indonesia demi tercapainya target nir emisi di 2060 atau lebih cepat.
Melalui festival ini, IESR mengajak masyarakat untuk berkontribusi pada aksi penurunan emisi pribadi dan mendorong pemanfaatan energi terbarukan demi mitigasi kenaikan suhu global.
“Masyarakat berperan besar sebagai pelopor pemakaian energi terbarukan dan duta yang menyuarakan pentingnya energi terbarukan Indonesia. Dengan demikian, dapat mendorong kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan. Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap pengurangan emisi juga akan membuat masyarakat lebih bertanggung jawab dalam menggunakan energi melalui penghematan energi,” ungkap Fabby.
Menurutnya, pemahaman masyarakat yang tepat terkait energi terbarukan akan mendorong keterlibatan masyarakat yang lebih besar untuk pengurangan emisi pribadi maupun skala nasional.
BACA JUGA:
Aksi nyata individu dalam menurunkan emisi yang didorong dalam acara ini di antaranya dengan menggunakan energi secara hemat, mengandalkan transportasi publik atau kendaraan listrik yang minim emisi serta penggunaan energi terbarukan seperti energi surya.
Dalam kesempatan yang sama, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum, menyebutkan bahwa kolaborasi antara pemerintah, komunitas masyarakat sipil, akademisi dan pemangku kepentingan akan memperkuat upaya bersama untuk menurunkan emisi lebih cepat dan masif.
“Dengan kolaborasi, kita dapat menjangkau masyarakat lebih luas di Indonesia dan menularkan semangat untuk berperan untuk menciptakan momentum percepatan transisi energi dan mewujudkan Indonesia nol emisi,” ungkap Marlistya.
Kenaikan suhu global akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca berdampak pada krisis iklim yang memicu meningkatnya intensitas bencana hidrometeorologi. Berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO), suhu rata-rata bumi pada tahun 2014-2023 telah berada pada 1,2 -1,3 derajat Celcius di atas rata-rata tahun 1850-1900.
“Upaya pembatasan suhu bumi agar tidak melewati ambang 1,5 derajat Celcius perlu didorong secara serius dengan aksi dan kebijakan penurunan emisi gas rumah kaca,” tegasnya. (RA)
Foto: dok ist