RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – SKK Migas mengakui kegiatan operasional hulu migas akhir-akhir ini terganggu dengan kembali maraknya aktivitas illegal drilling. Dalam kurun waktu satu bulan terakhir, telah terjadi rangkaian kecelakaan akibat aktivitas ilegal tersebut.
Menurut Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D. Suryodipuro, keberadaan sumur ilegal tidak memenuhi standar health, safety & environment (HSE). Akibatnya, aktivitas illegal drilling tersebut telah memunculkan persoalan kecelakaan dan kerusakan lingkungan lingkungan.
“Meskipun penanganan aktivitas illegal drilling bukanlah tugas dan tanggung jawab SKK Migas dan KKKS, namun ketika terjadi kecelakaan di aktivitas illegal drilling, maka SKK Migas dan KKKS ikut terdampak, karena akan diminta bantuan dan dukungannya oleh instansi terkait untuk melakukan penanganan guna menghentikan kebakaran maupun pencemaran yang terjadi,” ungkap Hudi, Jum’at (17/5).
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2021 tercatat kurang lebih 8.000 sumur ilegal di Indonesia dengan taksiran menghasilkan minyak sebesar 2.500-10.000 barel minyak per hari (barrel oil per day/bopd). Padahal, jika mengacu Undang Undang Minyak dan Gas Tahun 2001, kegiatan penambangan yang diperbolehkan hanya melalui Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Ketentuan ini menegaskan bahwa aktivitas penambangan sumur yang dilakukan selain KKKS harus ditindak tegas secara hukum agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban jiwa.
“Tidak itu saja, bahkan karena ketidaktahuan masyarakat, ketika ada kecelakaan di lokasi illegal drilling, maka sering kali masyarakat meminta SKK Migas untuk menangani dan menindak, sedangkan terkait penertiban illegal drilling bukanlah tugas dan tanggung jawab SKK Migas,” paparnya.
Menurut Hudi, jika dibiarkan, aktivitas illegal drilling akan meluas dan dalam jangka panjang akan menimbulkan persepsi negatif terhadap upaya peningkatan investasi hulu migas di Indonesia. Pasalnya, aktivitas illegal drilling, sebagian terjadi di wilayah kerja KKKS.
“Kemudian ketika SKK Migas dan KKKS melakukan penanganan untuk menghentikan kebakaran maupun pencemaran lingkungan, maka biaya-biaya yang timbul akan diambilkan dari biaya operasional KKKS. Dan jika kecelakaan akibat aktivitas illegal tersebut terus terjadi maka tentu semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh KKKS,” ungkapnya.
Tentu tidak hanya biaya, menurut Hudi, SKK Migas dan KKKS juga harus mengalokasikan sumber daya manusia (SDM) untuk menangani dampak dari kecelakaan illegal drilling. Akibatnya tentu saja akan mengganggu operasional KKKS, sehingga kerja keras SKK Migas dan KKKS untuk mencapai target produksi dan lifting menjadi semakin berat. (Rama Julian)
Foto: Dok ist