RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Anda tahu elpiji? Saya mau cerita sejarahnya. Dia adalah pengganti mitan (minyak tanah), bahan bakar yang dulu dipakai tungku-tungku dapur rumah tangga kita. Ini keliru dan boros. Mitan itu produk kilang yang nilainya sama dengan avtur, bahan bakar pesawat. Kita bakar di dapur high valuable product yang mahal.
Saya kasih contoh. Rata-rata biaya perolehan crude, pada Desember 2024, adalah US$84,4 per barel. Diolah di kilang menghasilkan berbagai produk BBM dan petrokimia. Produk yang bernilai tinggi, antara lain, avtur dan mitan. Nilainya sama: US$ 102 per barel. Kilang untung. Masalahnya, avtur dijual dengan harga keekonomian. Sementara mitan dijual murah. Selisih harga keekonomian dengan harga jual ditanggung pemerintah. Namanya subsidi. Subsidi diberikan sejak 1974. Jumlah subsidi BBM, saat itu, hanya Rp 170 juta. Angkanya terus merambat naik. Pada 2007, ketika Pemerintah menggencarkan konversi mitan ke elpiji, jumlah subsidi BBM tembus Rp83,7 triliun.
Konversi berhasil. Hampir semua rumah tangga pakai elpiji untuk memasak. Pemerintah membagikan 23 juta paket elpiji 3 kg yang disubsidi. Subsidi beralih dari mitan ke elpiji. Jumlahnya lebih kecil. Subsidi elpiji, pada 2009, hanya Rp 3,9 triliun. Realisasi kuota tersalur sebanyak 1,77 juta ton.
Masalahnya di sisi pasokan. Bahan baku elpiji sebagian dari minyak, sebagian dari gas. Elpiji sebagian dihasilkan dari kilang-kilang minyak. Elpiji termasuk low valuable product. Saat ini, nilai keekonomiannya hanya US$57 per barel. Sementara biaya peroleh crude US$84,4 per barel. Kilang rugi kalau semua crude diolah jadi elpiji.
Seiring melonjaknya konsumsi, pasokan elpiji dari kilang Pertamina tidak cukup. Beberapa perusahaan swasta mendirikan LPG Plant berbahan bahan baku gas. Pasokan tetap tidak mencukupi permintaan. Sejak 2009, Pertamina mengimpor elpiji. Jumlahnya terus membengkak. Jumlah pasokan domestik hanya 1,2 juta ton. Permintaan tembus 8 juta ton per tahun. Sebesar 77% elpiji diimpor dari sejumlah negara.
Lingkaran setan dimulai. Dulu kita subsidi mitan. Sekarang subsidi elpiji. Subsidi elpiji pada 2009 hanya Rp 3,9 triliun. Angkanya bengkak jadi Rp100,4 triliun (2022) dan Rp 74 triliun (2023). Tahun 2024 dianggarkan Rp 117,4 triliun. Ralisasinya tunggu LKPP. Angka sementaranya lebih rendah, Rp 80,9 triliun (lihat Grafik). Harga keekonomian tabung 3 Kg Rp42.750. Harga jual resmi di titik serah/penyalur/agen Pertamina Rp 12.750. Harga di pangkalan/sub penyalur di tetapkan berdasarkan Harga Eceran tertinggi (HET) oleh masing-masing Pemda. Harga jualnya di tingkat pengecer bervariasi, dari 16 ribu hingga 22 ribu per tabung. Untuk setiap tabung, Pemerintah subsidi Rp30.000.
Subsidi adalah mekanisme untuk menopang ketahanan energi dan sosial. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, harga perlu terjangkau (affordable). Subsidi adalah alat bantu untuk orang miskin. Masalahnya, subsidi lebih banyak dinikmati kelas menengah atas. Ini terjadi karena mekanisme distribusi terbuka. Tabung 3 Kg dijual bebas di tingkat pengecer. Semua orang bisa beli, termasuk rumah-rumah gedong. Ini tidak adil!
Semua literatur akademik menyebut, subsidi baru tepat sasaran dengan mekanisme tertutup. Subsidi diberikan kepada orang, bukan terhadap harga barang. Masalahnya, kita belum punya data akurat siapa mustahiknya. Penerima tarif subsidi setrum listrik PLN beda dengan DTKS. Nama di DTKS tidak sinkron dengan daftar nama penerima program-program perlinsos. Dari sisi administrasi kependudukan, ini menyedihkan sekali. Sewindu kita merdeka, kita masih kacau terkait data orang miskin. Menko Pemberdayaan Masyarakat, A Muhaimin Iskandar mengatakan, Data Tunggal Sosial Ekonomi (DTSE) baru kelar Januari 2025. Kita tunggu akurasinya.
Sekarang kita bahas kenapa tiba-tiba terjadi kelangkaan elpiji 3 Kg. Menteri ESDM mengatakan tidak ada kelangkaan pasokan. Barang tersedia. Stok aman. Yang terjadi adalah perubahan mekanisme penyaluran. Elpijii 3 Kg selama ini dijual bebas. Subsidi tidak tepat sasaran. Upaya pembatasan dimulai sejak awal 2023. Tabung melon dibeli pakai KTP. Hingga April 2024, ada 41,8 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) terdaftar, terdiri dari rumah tangga, usaha mikro, petani, nelayan, dan pengecer.
Hasilnya belum efektif. Ini sekadar profiling pelanggan. Subsidi masih salah sasaran karena elpiji 3 Kg dijual bebas. Pembeli elpiji melon bukan hanya mereka yang terdaftar di P3KE (Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) dan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), tetapi masyarakat bebas.
Transisi ke subsidi tertutup perlu tahapan. Pertama, Data Tunggal Sosial Ekonomi (DTSE) mutlak sebagai basis alokasi semua program perlindungan sosial, termasuk subsidi elpiji dan listrik. Ini perlu dicek dengan mekanisme usul-sanggah. Tidak bisa satu-dua hari, bisa satu-dua tahun. Kedua, verifikasi semua penyalur elpiji, dari Agen, Pangkalan, hingga Penyalur. Jika maksudnya adalah memotong rantai suplai, semua Penyalur dijadikan Pangkalan resmi yang terdaftar. Ini perlu waktu. Mereka harus menyiapkan banyak dokumen: KTP, NPWP, bukti kepemilikan lahan, bukti saldo rekening, surat referensi bank, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) atau Nomor Induk Berusaha (NIB), izin gangguan dan/atau Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Banyak sekali bukan? Ini tidak cukup satu-dua hari. Tidak semua pakai OSS (one single submission). Ketiga, kroscek kuota pangkalan dengan DTSE untuk memastikan jumlah tersalur sama dengan jumlah mustahik. Ini juga perlu waktu. Kuota elpiji disepakati pemerintah dan DPR. Alokasinya per daerah tidak berbasis data mustahik, tetapi data konsumsi. Keempat, verifikasi sistem pembelian di tingkat pangkalan oleh pelanggan, apakah berbasis kupon atau barcode. Ini juga perlu waktu.
Bayangan saya, transformasi ke sistem subsidi tertutup perlu 1-2 tahun. Jika sekarang elpiji 3 Kg hanya boleh dijual oleh pangkalan resmi terdaftar, efek kejutnya pasti luar biasa.
Saya kaget membaca surat, ditandatangani oleh pejabat Pertamina Patra Niaga, tertanggal 29 Januari 2025. Isinya menerangkan Surat Ditjen Migas ESDM, tertanggal 20 Januari 2025 Perihal Penyesuaian Ketentuan Pendistribusian LPG Tabung 3 Kg di Sub Penyalur. Intinya, terhitung 1 Februari 2025, Sub Penyalur/Pangkalan LPG 3 Kg, harus menyalurkan secara langsung ke pengguna, tanpa melalui Pengecer. Pengecer bisa tetap jualan elpiji 3 Kg jika dia berubah jadi Pangkalan. Hanya terhitung dua hari. Pasti semua kelabakan.
Masyarakat yang selama ini beli elpiji di warung-warung/Pengecer tiba-tiba kosong. Mereka harus pergi ke Pangkalan. Tidak semua daerah punya Pangkalan yang terjangkau oleh konsumen. Di daerah, Pangkalan bisa jadi adanya di Kecamatan. Gas rumah habis. Cek warung kosong. Warung-warung tidak serta merta bisa jadi Pangkalan. Masyarakat panik. Antrian mengular. Inilah yang terjadi 2-3 hari ini. Antrian bukan karena kelangkaan, tetapi perubahan mekanisme distribusi yang tiba-tiba.
Semua perlu mawas diri. Transisi perlu dikalkulasi secara cermat, tanpa menyengsarakan masyarakat. Reformasi alokasi subsidi energi wajib. Caranya harus berbasis road map yang jelas, dengan sosialisasi terus menerus. Tidak serta merta, apalagi dalam tempo 1-2 hari.
Penulis : M Kholid Syeirazi – Direktur Center for Energy Policy
Foto: Dok Pertamina