RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Rencana Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk menghasilkan produksi sebesar 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 BSCFD (miliar standar kaki kubik per hari) gas pada 2030 tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan teknis tetapi juga terpengaruh oleh tren migas secara global dan kebijakan pemerintah.
Hal tersebut menjadi salah satu topik pembahasan dalam acara Upstream Oil & Gas Executive Briefing yang diselenggarakan oleh SKK Migas bersama IHS Markit pada Kamis (29/7) di Jakarta. IHS Markit adalah suatu lembaga market research yang menyediakan informasi serta analisa data migas secara global. Acara yang dibuka Menteri ESDM, Arifin Tasrif ini juga menghadirkan pembicara Vice Chairman IHS Markit, Daniel Yergin.
“Acara ini terselenggara atas kerjasama IHS Markit dengan Indonesia Oil and Gas Institute (IOGI) yang merupakan center of excellence SKK Migas dan dihadiri oleh para KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama). Kami berharap acara ini dapat memberikan pengetahuan terkait tren migas global yang akan berdampak pada strategi SKK Migas saat ini dan kedepan untuk mengejar target jangka pendek dan jangka panjang,” kata Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto dalam sambutannya.
“Selain itu, acara ini juga merupakan bagian dari membangun kesepahaman tentang perkembangan hulu migas. Sehingga akan lebih memperkuat kebersamaan dan kolaborasi SKK Migas dan KKKS untuk mengawal target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD gas,” ujar Dwi.
Dwi menambahkan, tahun lalu SKK Migas telah meluncurkan IOG 4.0 sebagai rencana strategis untuk mencapai visi jangka panjangnya yaitu produksi 1 juta BOPD dan 12 BSCFD gas pada tahun 2030, meningkatkan efek berganda, serta menjamin kelestarian lingkungan.
“Rencana ini terdiri dari 10 pilar dan enabler, 22 program utama, dan lebih dari 200 rencana aksi yang perlu disesuaikan dengan tren global seperti isu perubahan iklim dan lingkungan, pandemi Covid-19, serta beberapa isu tren global lainnya. Oleh karena itu, SKK Migas ingin mendapatkan input tentang tren global yang mungkin mempengaruhi rencana strategis kami,” terangnya.
Dwi kemudian mengatakan, untuk meningkatkan daya saing antar negara dalam hal mendapatkan investasi migas, pihaknya bersama Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan telah merumuskan opsi kebijakan fiskal untuk memperbaiki iklim investasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
“Selain itu untuk lebih meningkatkan daya saing di era transisi energi, kami juga mengembangkan program inisiatif rendah karbon seperti program reboisasi, program zero flaring dan juga CCUS (carbon capture, utilization, and storage) atau penangkapan dan penyimpanan karbon harus diterapkan,” ungkap Dwi.
Sementara MenteriESDM , Arifin Tasrif menyambut baik acara ini. “Apresiasi kami ucapkan kepada SKK Migas dan IHS Markit yang telah menyelenggarakan acara ini, melalui acara ini kami harapkan ada hal-hal yang dapat mendorong kegiatan bisnis hulu migas Indonesia, karena saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi yang berdampak pada ekonomi dan target dari sektor migas,” ujarnya.
Daniel Yergin, salah satu narasumber dari IHS Markit mengatakan SKK Migas akan memegang peranan penting dalam rangka mencapai target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD gas. “Saat ini, bukan hanya tersedianya sumber daya alam di bawah tanah namun juga kebijakan pemerintah memainkan peranan untuk mencapai target tersebut,” ungkapnya.
“Kebijakan fiskal dan kebijakan operasional yang diberikan pemerintahakan sangat berpengaruh terhadap target Indonesia. Saat ini bukan oil company yang bersaing satu dan lainnya, namun negara-negara yang bersaing untuk mendapatkan investasi,” pungkas Daniel. (RJS)
Foto: Dok SKK MIGAS