RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Organisasi Pegawai PLN sudah lama mempersoalkan power wheeling. Regulasi ini rencana akan dimasukkan ke dalam UU Energi Baru Terbaharukan (EBT). Meskipun tegangan penolakan begitu tinggi mencapai ribuan voltase dari Serikat Pekerja, namun tampaknya DPR dan pemerintah akan ngotot meloloskan UU tersebut.
Apa itu power wheeling? Ini adalah kebijakan menyerahkan penguasaan jaringan listrik kepada swasta. Jaringan listrik tersebut saat ini dikelolah oleh PLN. Alasannya agar swasta berminat melakukan investasi EBT. Setelah itu maka swasta akan leluasa menjual listrik nya langsung kepada konsumen EBT.
Ya memang UU ini akan sangat menguntungkan swasta. Sebelumnya swasta telah menguasai sebagian pembangkit listrik di tanah air. Sebagian besar pembangkit tersebut adalah pembangkit batubara. Ini merupakan hasil dari program fast track (jalur cepat) 2x 10 ribu MW dan program unggulan pemerintahan Jokowi 35 ribu MW. Produksi listrik melimpah dan semua dibeli oleh PLN sebagai pembeli tunggal dengan skema take or pay. Namun kurang dari separuh yang bisa dijual.
Sekarang pemerintah didesak untuk melakukan transisi energi oleh internasional, bahkan dijanjikan anggaran 20 miliar dollar. Namun katanya tidak ada yang mau investasi karena jaringan listrik dikelola 100 persen oleh PLN. Menurut sebagian lembaga internasional yang akan membiayai transisi energi tersebut, investasi akan transisi energi melalui pengembangan EBT akan masuk jika jaringan PLN diserahkan penguasaan kepada swasta. Mengingat swasta tidak akan mampu membangun jaringan listrik sendiri. Karena sangat mahal.
Lalu bagaimana nasib PLN? Jika diibaratkan PLN adalah tubuh manusia, maka pemompa darah adalah pembangkit, lalu darah mengalir dari paru paru keseluruh anggota tubuh melalui jaringan PLN dan membuat hidupnya kaki hingga kepala PLN. Maka Power Wheeling akan memisahkan jaringan listrik jaringan listrik dengan pembangkit dan dengan badan PLN. Kira kira itu PLN jenis manusia atau jenis mahluk apa? Tanpa jaringan darah, maka tanpa darah. Sulit dibayangkan itu PLN mahluk apa.
Karena identitas sebagai mahluk PLN sudah tidak utuh lagi, maka sekalian dipisah pisahkan atau dipotong potong. Inilah agenda kedua. Badan badan PLN dipisah pisah melalui holding sub holding. PLN yang tadinya utuh dari hulu sampai hilir, dari produsen energi primer, pembangkit jaringan hingga ritel, sekarang dipotong potong melalui holding sub holding. Anggota badan PLN sekarang menjadi mahluk sendiri sendiri. Kepala berjalan sendiri, jantung menjadi mahluk sendiri, dan urat urat darah menjadi mahluk sendiri. Semua disuruh gentayangan cari uang atau cari untung. Itu PLN mahluk kayak apa ya?
Nah karena bagian tubuh PLN yakni pembangkit batubara dianggap berbahaya karena mengeluarkan asap yang beracun dan bau serta menjadi pencemar lingkungan nomor satu, maka dijalankanlah agenda ketiga yakni pembangkit pembangkit PLN disuntik mati. Pembangkit besar yakni Pembangkit Suralaya, pembangkit Palabuhan Ratu rencana nya akan disuntik mati bersama 13 pembangkit batubara (PLTU) lainnya.
Pembangkit PLN memang menghantui pembangkit swasta yang ingin menguasai bisnis ketenagalistrikan Indonesia secara penuh. Adanya isue polusi udara dan pencemaran lingkungan maka menjadi kesempatan untuk menyuntik mati pembangkit batubara tersebut. Oleh karena sudah dipotong aliran darahnya melalui power wheeling, maka mudah untuk menyuntik mati pembangkit PLTU PLN. Apalagi dipropagandakan bahwa hantu pembangkit batubara PLN ini benar benar membahayakan manusia. Maka menyuntik mati menjadi kebijakan yang benar. Walaupun pembangkit batubara swasta terus tumbuh dan berkembang, mengambil alih produksi listrik nasional.
Oleh : Salamuddin Daeng
Penulis adalah Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)