RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Indonesia dapat menghemat 2 miliar USD dengan melakukan pensiun dini PLTU yang paling tidak menguntungkan dan menggantikannya dengan campuran dari energi surya, penyimpanan baterai dan sumber energi bersih lainnya.
Pensiun dini batu bara dapat menghindari 1.3 giga ton CO2, atau setara dengan menghentikan emisi perkapalan global selama dua tahun, berdasarkan analisa terbaru dari analisis lingkungan non-profit TransitionZero.
Temuan-temuan penting tersebut ditemukan dalam aplikasi pertama dari model sistem energi yang terbuka untuk umum (open source) milik TransitionZero bernama Future Energy Outlook (FEO). Sistem ini dikalibrasi untuk melakukan perbandingan finansial dan biaya lingkungan untuk menjalankan sistem kelistrikan Indonesia hingga 2050 dengan berbagai skenario.
Indonesia telah menargetkan untuk mencapai net zero emission pada 2060. Untuk mempercepat transisi energi bersih negara, 20 miliar USD kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP) telah disepakati pada G20 tahun lalu.
Salah satu tujuan dari JETP adalah untuk membiayai pensiun dini PLTU di Indonesia.
Analisis yang dilakukan oleh TransitionZero sebelumnya mengungkapkan bahwa dana tersebut jika dimanfaatkan untuk memensiunkan lebih dari setengah kapasitas PLTU batu bara di Indonesia atau setara 21,7 GW hingga sepuluh tahun lebih cepat dengan menargetkan pembangkit-pembangkit listrik yang paling tidak menguntungkan terlebih dahulu.
Hingga saat ini, belum ada tools yang tersedia untuk umum yang dapat digunakan untuk menghitung cara yang paling efektif untuk mengganti kapasitas batu bara yang hilang di setiap node jaringan listrik Indonesia. FEO, model sistem beresolusi tinggi yang didukung oleh rich asset-level data, dirancang untuk mengisi adanya kesenjangan pengetahuan tersebut.
Model FEO pertama yang dilakukan menunjukan bahwa, total biaya untuk menjalankan sistem ini mulai dari sekarang hingga 2050 akan sebesar 2 miliar USD, jika dana JETP digunakan untuk menutup kelebihan 21.7 GW PLTU.
Skenario Pensiun Dini (Early Coal Retirement) PLTU dapat mencegah 1,3 giga ton CO2, yang artinya Indonesia dapat menyimpan USD 2 untuk setiap ton CO2 yang dihindari jika modal JETP dialokasikan secara efisien.
Khususnya, dengan asumsi Early Coal Retirement emisi karbon turun lebih cepat antara sekarang dan 2028 dibandingkan dengan skenario lain yang dimodelkan terkait target Net Zero Indonesia pada 2060.
Hal ini dikarenakan 13 GW batu bara baru yang sedang dibangun di Indonesia,dalam skenario Early Coal Retirement, penutupan PLTU melebihi rencana penambahan batu bara dalam lima tahun pertama.
Namun, FEO juga mengungkapkan bahwa emisi dapat meningkat kembali segera setelah dana pembelian batu bara habis, karena JETP seperti yang dibayangkan saat ini tidak cukup besar untuk mengakhiri pembajakan batu bara di Indonesia.
Hal ini juga turut menggarisbawahi pentingnya donor internasional yang mendanai penghapusan batu bara di Indonesia untuk memenuhi janji mereka dalam mendukung JETP dengan hibah dan pinjaman lunak – dan idealnya bagi mereka untuk memberikan paket pembiayaan iklim yang jauh lebih ambisius.
Menariknya, analisis ini juga menemukan sedikitnya variasi dalam bauran energi Indonesia tahun 2050 dalam seluruh skenario yang dimodelkan.
Indonesia menggunakan tenaga surya dan penyimpanan baterai sebagai sumber listrik paling murah, mengakhiri ketergantungannya pada batu bara terlepas dari target emisinya.
FEO mengungkap seberapa cepat tenaga surya dapat melemahkan PLTU tua yang mahal, dan di jaringan mana transformasi ini akan terjadi.
Terkait pemasangan kapasitas, energi surya tumbuh dari antara 15 GW dan 21 GW di 2023, tergantung skenario pemasangan. Kemudian energi surya meningkat sepuluh kali lipat diantara 170 GW and 210 GW pada pertengahan abad.
Ini merupakan peningkatan yang sangat signifikan dari basis tenaga surya yang terpasang saat ini sebesar – 170 MW
Kutipan:
Seb Kennedy, Kepala Data Insights TransitionZero:
“Temuan kami menunjukkan bahwa menutup PLTU tua di Indonesia lebih awal sama-sama menguntungkan untuk emisi dan biaya. Indonesia tidak hanya dapat menghemat 2 miliar USD dengan menutup pembangkit yang paling tidak menguntungkan, tetapi juga dapat mempercepat dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan, menghemat 1,3 gigaton CO2, dan mencapai net zero dengan lebih cepat.”
“Sistem kelistrikan Indonesia sarat dengan kelebihan kapasitas yang mahal, sehingga siap untuk dirombak. Future Energy Outlook mengungkapkan penghematan biaya dan emisi yang tersedia dari mendesain ulang jaringan di sekitar sumber daya yang lebih bersih dan hemat biaya.”
Isabella Suarez, Analis TransitionZero:
“Permasalahan kelebihan kapasitas batu bara Indonesia menghambat transisi energi bersih. Sinyal kebijakan yang jelas dan proses tender yang selaras dengan rencana pembangunan terbarukan diperlukan untuk mempercepat penerapan energi bersih. Hal ini perlu didukung oleh pembangunan infrastruktur transmisi dan modernisasi jaringan. Indonesia harus mulai mempersiapkan pensiun dini PLTU sekarang untuk memastikan transisi yang mulus dan cepat. Kami berharap Future Energy Outlook, model sistem open-source beresolusi tertinggi yang pernah tersedia untuk umum untuk pasar Indonesia, akan mendukung para perencana energi Indonesia pada saat kritis dalam transisi energi negara ini.”
Eric Nietsch, Kepala ESG (environmental, social and governance), Asia di Manulife:
“Future Energy Outlook milik Transition Zero sangat membantu untuk memahami kondisi finansial transisi energi Indonesia. Keterlibatan investor akan menjadi lebih konstruktif dan produktif bila didukung oleh data. FEO memberikan pandangan tingkat aset yang diperlukan untuk pemahaman yang jelas tentang jalur di masa depan. Ini akan memungkinkan pembicaraan yang lebih baik antara perencana energi dan investor semebtara kami bekerja secara kolaboratif menuju masa depan energi negara.” (RAMA)
FOTO: DOK PLN