RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Berbagai persoalan terkait himpitan antara lahan pertanian dan kegiatan hulu migas harus segera diselesaikan. Pasalnya, lahan persawahan yang di dalamnya ditemukan sumber minyak dan gas (migas) bisa dialihfungsikan menjadi sumur migas, asalkan petani juga mendapatkan ganti untung.
Hal ini disampaikan Pengamat perencanaan wilayah Izaac Tony Matitaputty dalam keterangannya uang dikutip di Jakarta, Jumat.
“Kalau di lahan persawahan ternyata ditemukan sumber migas yang akan memberi nilai tambah tinggi bagi perekonomian nasional dan masyarakat setempat, termasuk ketahanan energi nasional, maka bisa dialihfungsikan. Tetapi harus ada ganti untung bagi masyarakat,” kata Izaac.
Menurut dia, penciptaan ketahanan energi dan pangan harus berjalan beriringan, jika terjadi himpitan misalnya, maka harus dicari solusi yang saling menguntungkan dan pada akhirnya tidak terjadi tumpang tindih penggunaan lahan.
“Di satu sisi bisa menjaga ketahanan energi, tapi ketahanan pangan juga jangan sampai terganggu,” katanya.
Karena itu lanjut Izaac, untuk tetap mempertahankan ketahanan pangan tersebut, harus diberikan lahan pengganti bagi masyarakat. Namun mengingat keterbatasan lahan, seperti di Jawa, bisa saja pada lahan pengganti tersebut diterapkan program intensifikasi pertanian.
“Terpenting produksi pangan tidak terganggu karena alih fungsi, atau bahkan bisa ditingkatkan. Kalau memang di lokasi pengganti memungkinkan diterapkan intensifikasi pertanian, maka bisa dilakukan untuk mempertahankan ketahanan pangan. Teknologi pertanian yang canggih kan sudah banyak,” jelasanya.
Terpisah, ekonom senior Indef, Tauhid Muhammad sependapat bahwa setiap persoalan terkait himpitan antara lahan pertanian dan kegiatan hulu migas harus diselesaikan, sebab keberadaan sumur migas sangat mendukung ketahanan energi nasional.
“Ya, harus diselesaikan. Ini menyangkut ketahanan energi,” katanya.
Menurut dia, penciptaan ketahanan energi dan pangan harus berjalan beriringan,jika terjadi himpitan tidak boleh ada egosektoral dan harus harus segera dicarikan solusi.
“Penciptaan ketahanan energi harus berjalan seiring dengan ketahanan pangan. Jika kepentingan keduanya saling berhimpitan tidak boleh ada yang dirugikan. Penyelesaiannya juga sebaiknya tidak hanya dibebankan kepada pemerintah daerah tetapi juga pemerintah pusat,” paparnya.
Menurut dia, salah satu yang bisa dipertimbangkan adalah mengenai prinsip terkait lahan berkelanjutan. Konsepnya adalah kalau lahan produktif berkurang, sumber pangan berkurang harus diganti di tempat lain.
Sebelumnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), PTH Direktur Utama Pertamina EP Ibnu Suhartanto mengatakan Pertamina Hulu Energi (PHE) mengalami kendala perizinan karena sumur minyak tersebut berada pada kawasan sawah yang dilindungi.
Kondisi demikian terjadi pada delapan titik sumur pengeboran di Indramayu, Jawa Barat, lanjutnya, dan PHE masih memproses izin lahan pertanian sawah dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). (Rama Julian)
Foto: ist