RESOURCESASIA.ID, BLORA – Pengembangan batik sebagai salah satu khasanah kekayaan bangsa, tidak hanya untuk melestarikan budaya tetapi juga menghidupkan ekonomi para pengrajinnya. PT. Pertamina EP mengembangkan batik khas Blora melalui pembinaan terhadap pemilik usaha dan para pengrajin batik “Pratiwi Krajan” di desa Ngelo, kecamatan Cepu, Blora. Dengan membatik selama 4 jam sehari, anggota kelompok batik ini dapat memperoleh penghasilan hingga Rp. 600.000 per bulan.
Dengan wajah sumringah, Pancasunu Puspitosari, Pemilik Batik “Pratiwi Krajan”, menceritakan pasang surutnya sebagai seorang pengrajin batik. Tekadnya untuk terus berkembang menjadi motivasi yang kuat untuk memperkenalkan batik khas Blora. Perubahan terjadi pada tahun 2014 ketika PT Pertamina EP (PEP) Asset 4 Field, Cepu memberi bantuan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Bantuan yang diberikan tidak sekadar pelatihan teknis membatik, namun menyeluruh dari hulu ke hilir seperti di sektor manajemen kelompok, pemberian alat-alat membatik hingga pemasangan IPAL. “Alhamdulillah karena bantuan Pertamina kami dapat berkembang tumbuh dan mandiri, “ujar Nunu, nama panggilan perempuan ramah itu.
Kini, keberadaan batik “Krajan Pratiwi” membuat Kelurahan Ngelo, Kecamatan Cepu, ramai oleh pengunjung yang berburu batik khas Blora. Motif batiknya adalah alam sekitar seperti Jati, termasuk kegiatan penambangan minyak seperti kilang dan pompa angguk. “Dari motif ini, 2016 lalu kami sudah mendapatkan sertifikat hak cipta dari Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual dengan judul “Batik Jatiku,” kata Nunu bangga.
“Untuk pewarnaan kami juga menggunakan bahan alami seperti secang, mahoni, jati, dan tumbuhan lainnya,” jelasnya Nunu. Warna alami itu digunakan untuk semua jenis batik printing dan batik tulis. Pengunaan bahan alami bagian dari perhatiannya terhadap pelestaraian lingkungan. Nunu dan kelompoknya juga melakukan pemasangan instalasi pengelolaan limbah sederhana untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Pengurangan polusi ini sudah dibuktikan dari hasil uji air limbah di Balai Laboratorium kesehatan dan Pengujian Alat Kesehatan Semarang.
Untuk memperkenalkan batiknya Nunu juga melakukan jemput bola dengan mengikuti berbagai event pameran. Harga yang ditawarkan untuk selembar kain batik pun beragam dan cukup terjangkau mulai dari Rp 150.000,- hingga Rp Rp 300.000,- tergantung dari jenisnya. Kini dia sering kewalahan menerima pesanan dari pelanggannya yang berasal dari berbagai kalangan. “Anggota kita semula hanya 5 orang kini sudah bertambah jadi 17 orang,” jelasnya. Anggotanya itu membatik selama 4 jam sehari dan dapat memperoleh penghasilan Rp. 600.000/ bulan
Kini Rumah Batik “Pratiwi Krajan” tidak hanya ramai oleh pembeli tetapi juga oleh kunjungan sekolah –sekolah yang ingin belajar membatik. Nunu dan anggota kelompoknya juga menjadi pengajar para siswa dan ibu-ibu di Blora dan sekitanya. “Kita berharap usaha batik ini terus berlanjut dan berkembang sehingga kesejahteraan dan perekonomian masyarakat dapat meningkat, “ kata Afwan Daroni, Cepu Field Manager, Pertamina EP. Daroni mengapresiasi keberhasian keompok batik Praiwi Krajan memajukan batik khas Blora. Perusahaan akan terus mensupport agar batik pratiwi krajan dapat bersaing lebih luas dan memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat. (RA)
Foto: Ist