Resourcesasia.id, Jakarta – Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) akan menggelar focus group discussion (FGD) bersama sejumlah stake holder untuk membahas pemanfaatan energi nuklir. Diskusi dengan para pemangku kepentingan ini bertujuan untuk menghimpun sekaligus menyelaraskan pandangan terhadap rancangan pembangunan dan pemanfaatan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik di Tanah Air.
Zulnahar Usman, Anggota KEIN RI sekaligus Ketua Kelompok Kerja Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) KEIN RI mengatakan, pelaksanaan FGD dengan sejumlah badan dan lembaga pemerintah ini merupakan hasil kerja sama antara pihaknya dengan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Di mana, pada pertengahan Maret lalu, kedua lembaga negara ini sama-sama bersepakat untuk mendorong pembangunan PLTN, guna menjamin pasokan energi listrik nasional yang ramah terhadap lingkungan dan sustain.
“FGD akan membahas energi nuklir secara komprehensif dan akan diikuti oleh lembaga-lembaga terkait. Rencananya, diskusi akan kami laksanakan pada tanggal 16-18 April 2018 di Denpasar, Bali,” kata dia, Senin 9 April 2018.
Sejumlah stake holder yang akan turut hadir antara lain Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Perekonomian, serta kementerian dan lembaga terkait lainnya.
Menurut Zulnahar, pertemuan dengan Kementerian/Lembaga yang terkait nuklir ini diharapkan dapat memberikan masukan yang komprehensif kepada Presiden sehingga permasalahan Nuklir yang sudah maju-mundur selama 3 dekade dapat segera di putuskan sesuai arahan Presiden pada 12 Januari 2016 bahwa masalah PLTN ini jangan terus diambangkan, bila sudah dianggap diperlukan segera diputuskan. Hasil FGD Nuklir tersebut akan menjadi Policy Memo KEIN R.I kepada Presiden Joko Widodo dalam rangka persiapan Indonesia menjadi negara yang memanfaatkan energi Nuklir.
Sejauh ini, beberapa persiapan juga telah dilakukan pemerintah. Antara lain penyelesaian dokumen berupa penilaian multi-kriteria NPP sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 22/2017, berjudul Rencana Pengembangan Prototype NPP dan komersialisasi oleh Kemenristek Dikti. Kementeriam ESDM tengah menyusun dokumen peta jalan atau roadmap PLTN yang akan segera dirilis.
Pada November 2017 yang lalu KEIN R.I juga telah melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat untuk mendapatkan masukkan dan dukungan untuk mengembangkan PLTN yang berbahan bakar cair atau yang di sebut Molten Salt Reactor yang di Indonesia lebih popular dengan istilah PLTT (Pembangkit Listrik Tenaga Thorium) yang telah beberapa kali dipaparkan kepada Presiden.
Antusiasme Presiden terhadap pemanfaatan energi thorium ini pun sangat tinggi lantaran memiliki tingkat keselamatannya tinggi dan biaya yang murah. “Salah satu kunci daya saing industri nasional adalah biaya energi yang harus murah dan Kami berharap melalui PLTN Industri mendapatkan pasokan listrik dalam skala besar yang handal dan murah,” kata Zulnahar.
Pemilihan PLTN bila ditetapkan di Indonesia diyakini bisa menjamin keberlanjutan dan keamanan pasokan energi listrik, berwawasan lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, terutama batubara. Bila PLTN tetap ditunda ketergantungan terhadap batubara untuk menjamin pasokan listrik yang continue akan terus berlanjut, sementara energi terbarukan yang continue terbatas pada hydro (air) dan geothermal (panas bumi).
Sekarang ini, problem utama mandegnya pengembangan PLTN di Indonesia hanya terletak pada penerimaan masyarakat yang masih khawatir dengan keberadaan reaktor. Padahal, pemanfaatan ilmu pengetahuan di bidang ini berkembang sangat cepat, saat ini pun teknologi pembangkit listrik sudah masuk dalam Generasi Keempat. Di mana, antisipasi kebocoran reaktor lebih canggih ketimbang generasi-generasi sebelumnya. Sehingga, bencana alam seperti gempa bumi ataupun tsunami dapat dicegah ancaman bahayanya dari kebocoran reaktor.
“Kami berharap dapat memperoleh dukungan dari semua pihak dalam pengembangan energi nuklir sehingga kita mampu memenuhi kebutuhan listrik terutama kalangan industri, apalagi harga listrik dari pembangkit ini sudah terbukti sangat bersaing dengan energi listrik yang berasal dari bahan baku fosil khususnya batubara,” kata Zulnahar.
Memenuhi kebutuhan listrik
Pemanfaatan energi nuklir bagi Indonesia untuk saat ini dinilai sudah mendesak. Hal ini didasari pada rendahnya konsumsi listrik secara nasional. Jumlah penduduk sudah mencapai 260 juta jiwa, sedangkan suplai listrik hanya mampu dipasok dari pembangkit berkapasitas 62 gigawatt (GW). Ini berarti kapasitas pasokan perkapita baru mencapai 238 watt/kapita dan menghasilkan konsumsi energi listrik perkapita 1020 Kwh/kapita.
Padahal, target konsumsi listrik sesuai PP Nomor 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mencapai 2500 Kwh/kapita pada tahun 2025 dengan kapasitas pasokan sekurang kurangnya 115 GW. Kemudian pada tahun 2050 konsumsi perkapita bisa mencapai 7000 Kwh/kapita dengan kapasitas pasokan mencapai 400 GW.
Zulnahar menjelaskan, dari total target pasokan listrik tersebut, kontribusi atau bauran energi baru terbarukan (EBT) dipatok mencapai 23% di tahun 2025 dan meningkat menjadi 31% pada tahun 2050. Namun, target bauran energi ini sulit dicapai dari potensi hydro ataupun geothermal di Tanah Air. Sebab, dari total cadangan panas bumi sebesar 29 GW, yang dapat di konversi menajdi listrik menurut para ahli hanya sekitar 14 GW.. Begitu juga energi hydro yang hanya bisa dimanfaatkan sekitar 40% dari total potensi 75 GW.
Oleh karena itu kehadiran PLTN dipandang penting untuk memberi dukungan menggantikan fungsi energi fosil. Apalagi Teknologi PLTN sudah terbukti proven dan menjadi andalan dibeberapa negara, seperti Perancis dan China. “Mengingat target capaian EBT tersebut, dan ketersediaan sumber daya energinya yang tersedia yang bersifat continue hanya hydro dan panas bumi, sehingga perlu segera untuk memanfaatkan energi nuklir,” katanya.
Zulnahar optimistis Indonesia akan mampu mengembangkan teknologi nuklir dengan dukungan seluruh masyarakat. Apalagi secara pengalaman, Indonesia sejatinya sudah berhasil mengoperasikan 3 reaktor experiment lebih dari 50 tahun serta telah memiliki perangkat hukum yang memadai.
Selain itu, Badan litbang Nuklir serta regulator Nuklir bahkan Badan Atom Dunia (IAEA) sudah mengakui bahwa Indonesia sudah mampu membangun dan mengoperasikan PLTN, sekarang saatnya Indonesia membuktikan kepada Dunia bahwa Indonesia siap masuk kedalam era energi Nuklir dengan membangun PLTN yang sudah menjadi cita-cita Bapak Pendiri Bangsa, Soekarno 60 tahun yang lalu semoga dapat direalisasikan di era Bapak Presiden Joko Widodo. (RA)
Sumber Foto: antarafoto.com