Resourcesasia – Pemerintah menyatakan akan terus mencari upaya terobosan untuk penyediaan dan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) yang efisien. Ignatius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan selama ini produksi EBT di Indonesia masih dalam skala kecil hingga menengah yang berujung pada belum kompetitifnya EBT. Untuk itu, perlu peningkatan efisiensi dalam proses produksi EBT.
“Semua EBT yang dikembangkan di Indonesia harus kompetitif dengan sumber energi yang tradisional (minyak, gas dan batubara). Daya beli masyarakat terhadap listrik harus terjangkau. Itu yang paling penting,” tegas Jonan di Jakarta, Rabu (21/12).
Pengembangan EBT menjadi fokus pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Energi Nomor 30 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Jonan menilai, EBT akan kompetitif apabila diproduksi menggunakan teknologi yang tepat dan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing (kondisi geografi, infrastruktur dan pasar). Dari sisi regulasi, peraturan yang selama ini belum dapat dijalankan dengan baik, perlu dikaji kembali.
“Indonesia adalah negara kepulauan, maka kita harus memanfaatkan potensi energi yang ada di masing-masing daerah. Kita kepulauan, tidak ada national grid seperti di Amerika Serikat,” katanya.
Menurut Jonan, pemerintah sudah membentuk tim gabungan beranggotakan wakil dari PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), Direktorat Jenderal EBTKE, DJK, dan Tenaga Ahli KESDM untuk menyusun rekomendasi kebijakan harga yang mendorong pemanfaatan EBT listrik on grid.
Sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), porsi bauran energi pada tahun 2025 untuk EBT ditargetkan sebesar 23% dan meningkatkan 45 GW pembangkit listrik berbasis EBT pada tahun 2025.
“Saya menghimbau kepada pengembang EBT agar fokusnya bukan menumpang kepada semangat pemerintah mengembangkan EBT sebesar 23% di 2025,” tandas Jonan. (RA)