Monday , 9 September 2024
Home / ENERGI MINYAK & GAS / Cadangan Energi Menipis, Indonesia Terancam Krisis Energi

Cadangan Energi Menipis, Indonesia Terancam Krisis Energi

RESOURCESASIA,ID, CIPUTAT – Pembicaraan mengenai krisis energi semakin ramai dibicarakan. Betapa tidak, Indonesia yang menggantungkan 47 persen konsumsi energinya kepada minyak bumi, cadangan yang dimiliki hanya cukup untuk bertahan selama 12 tahun ke depan.

Berdasarkan data BP Statistical Review 2016, cadangan terbukti minyak Indonesia per akhir 2015 hanya 3,6 miliar barrel. Adapun cadangan terbukti gas, merujuk data yang sama, diperkirakan sekitar 100,3 triliun kaki kubik (TCF).

Sedangkan, konsumsi harian minyak di dalam negeri saja saati ini per harinya sudah mencapai 1,6 juta barrel. Dari angka itu, hanya sekitar 800.000 barrel yang dipasok dari produksi di dalam negeri dan selebihnya masih harus dipasok dari impor.

“Bila tak ada temuan cadangan minyak baru, dengan angka produksi sekarang, dalam 12 tahun ke depan kita sudah akan kehabisan minyak bumi,” kata Spesialis Pratama Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Bambang Dwi Djanuarto, saat seminar nasional bertemakan “ Indonesia Krisis Energi ” di Kampus UIN Syarif Hidaytullah Jakarta, Jumat (29/9/2017).

Bambang Dwi menambahkan, Berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6 persen pertahun, diperkirakan tahun 2019 Pertumbuhan Energi (Energy Growth) mencapai 1,316 Energy (Million BOE) atau mengalami pertumbuhan 7-8 persen dan komponen SDA Hulu Migas memberikan kontribusi 45-50 persen bagi kebutuhan Energi Primer Nasional.

“Bahwa saat ini Indonesia sudah krisis Migas. Adanya Gap produksi-konsumsi yang semakin melebar setelah Indonesia menjadi net importer minyak di tahun 2004. Dan juga pemboran sumur eksplorasi yang semakin menurun,” tegas Bambang Dwi.

Tentunya ini menjadi tantangan kita bersama bagaimana meningkatkan produksi, baik minyak maupun gas. perlu meningkatkan kegiatan eksplorasi untuk penemuan cadangan minyak dan gas baru dan perlunya mempercepat waktu dari penemuan sumber migas ke produksi, terang Bambang Dwi

Sementara dalam waktu yang bersamaan, Direktur Eksekutif Indononesian Resources Studies, Marwan Batubara mengatakan, Industri minyak dan gas bumi (migas) berperan penting dan berkontribusi bagi perekonomian Indonesia. Jika tidak ada sektor ini, Indonesia terancam kehilangan investasi sebesar Rp 300 triliun setiap tahun. Angka ini hampir setengah dari realisasi investasi yang tercatat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sepanjang 2016 yang mencapai Rp 612,8 triliun.

Marwan menambahkan, angka tersebut mengacu pada besaran realisasi investasi migas tertinggi sejak enam tahun lalu, yakni mencapai US$ 22,37 pada 2013 lalu. Namun pencapaian itu terus menurun hingga tahun lalu sebesar US$20,42 miliar.

Selain itu, tidak adanya sektor migas juga membuat kehilangan penerimaan negara dari pajak dan nonpajak sekitar Rp 90 triliun hingga Rp 350 triliun, tergantung harga minyak atau gas bumi. Pemerintah juga harus merogoh kocek untuk mengimpor migas sekitar US$ 50 miliar per tahun, atau sekitar 42 persen dari total cadangan devisa. Jumlah ini belum termasuk impor elpiji, pelumas dan produk turunan lain.

Namun, kalaupun pemerintah memiliki dana, belum tentu juga mendapatkan sumber energi dari impor karena harus bersaing dengan negara lain. “Kami punya saingan seperti Jepang, India, Cina yang negaranya juga tidak punya pasokan energi yang besar,” kata dia.

Dampak lainnya adalah penciptaan nilai tambah ekonomi terhadap sektor pendukung dan pengguna migas akan berkurang siginifikan. Padahal sektor pendukung seperti industri penunjang migas dapat berkontribusi hingga 62,67 persen terhadap Produk Domestik Bruto. Sementara kontribusi sektor pengguna hulu migas seperti industri pupuk, petrokimia atau kilang mencapai 25,45 persen.

Ada juga dampak ke tenaga kerja dan pendapatan masyarakat. Setiap Rp 1 triliun investasi hulu dapat menyerap tenaga kerja 13.670 dan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga dari gaji sebesar Rp473,76 miliar.

Karena itulah, Marwan meminta pemerintah menaruh perhatian terhadap sektor migas. “Katakanlah Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak ada dalam satu bulan saja, bisa dibayangkan distribusi berhenti total dan terjadi kekacauan nasional,” terangnya.

“Migas masih menjadi faktor dominan dalam menentukan tingkat ekonomi suatu negara, untuk itu mengapa iklim investasi migas dianggap penting. “karena porsi migas dalam bauran energi nasional masih akan tetap dominan, struktur ekonomi Indonesia saat ini lebih padat energi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, penciptaan nilai tambah industri migas khususnya hulu migas terhadap perekonomian nasional sangat besar”, tegas Marwan.

Seminar yang di hadiri lebih dari 250 peserta dari kalangan mahasiswa, akademisi dan praktisi diprakarsasi oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang bekerjasama dengan Media online energi Resourcesasia.id.

Lebih lanjut, Marwan memberikan penjelasan data jika Indonesia tanpa Migas akan kehilangan investasi sekitar 180 – 300 Trilyun Rupiah setiap tahunnya, Kehilangan penerimaan negara (APBN) dari pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar 90 – 350 Trilyun Rupiah (tergantung harga minyak dan gas), Memerlukan devisa impor migas sekitar USD50 milyar/tahun (42 persen cadangan devisa Indonesia), belum termasuk impor LPG, Pelumas dan produk turunan lain. Penciptaan nilai tambah ekonomi terhadap sektor pendukung dan pengguna migas akan berkurang signifikan. (Rama Julian S)

Foto: Dok Resourcesasia.id

About Resourcesasia

Resources Asia.id adalah portal berita yang menginformasikan berita-berita terkini dan fokus pada pemberitaan sektor energi seperti minyak dan gas bumi (migas), mineral dan batubara (minerba), kelistrikan, energi terbarukan (ebt), industri penunjang, lingkungan, CSR, perdagangan dan lainnya.

Check Also

PGN Incar Pemanfaatan Gas dari Blok Andaman

RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – PT PGN Tbk mendapat peluang kerja sama untuk optimalisasi potensi pasokan gas …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *