RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Indonesia perlu menurunkan kapasitas pembangkit listrik berbasis batu bara (PLTU) sebesar 3 gigawatt (GW) per tahun, jika ingin bebas dari listrik batu bara pada 2040. Paralel, Indonesia juga mesti meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga 8 GW pada periode yang sama.
Hal ini diungkapkan dalam analisis terbaru EMBER “Pensiun Pembangkit Listrik Batu bara di Indonesia pada 2040 Membutuhkan Peningkatan EBT”. Merujuk analisis ini, komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap pada 2040 dan menambah energi terbarukan 75 GW, menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya mendekarbonisasi pasokan listrik.
“Indonesia berada di titik penentu untuk mengakhiri penggunaan batu bara pada 2040. Bahan baku untuk komponen baterai menjadi kekuatan utama Indonesia dalam mendukung kapasitas penyimpanan energi terbarukan. Hal ini menghadirkan potensi besar untuk mengintegrasikan energi surya dengan baterai, yang akan memfasilitasi transisi menuju ekonomi hijau,” kata Dinita Setyawati, Analis Senior Kebijakan Ketenagalistrikan untuk Asia Tenggara EMBER.
Analisis EMBER mengungkap, dalam jaringan PT PLN (Persero), kapasitas PLTU perlu diturunkan sebesar 3 GW per tahun dengan target pensiun PLTU secara menyeluruh pada 2040. Pada saat yang sama, kapasitas energi terbarukan perlu naik 8 GW per tahun hingga mencapai 65% dari proyeksi permintaan listrik 806 terawatt hour (TWh) pada 2040. Hitungan ini dengan proyeksi permintaan listrik tumbuh 5% per tahun.
Secara rinci, tenaga Surya akan menyumbang 20%, angin 11%, dan sumber energi terbarukan lainnya -seperti nuklir, panas bumi, bioenergy, dan hidro- akan berkontribusi sebesar 34%. Untuk memaksimalkan pemanfaatan energi surya, Indonesia juga perlu mengintegrasikan penyimpanan baterai 4 GW per tahun hingga 2040, terutama karena beban puncak listrik terjadi pada malam hari.
Analisis EMBER juga mencakup beberapa rekomendasi untuk merealisasikan dekarbonisasi listrik di Indonesia. Rincinya, keterlibatan sektor swasta yang lebih besar, integrasi penyimpanan energi untuk memaksimalkan penggunaan tenaga surya, kerangka kerja peraturan yang komprehensif untuk pensiun dini PLTU, rencana diversifikasi ekonomi untuk provinsi-provinsi yang bergantung pada batu bara, peningkatan konektivitas jaringan listrik, fleksibilitas PLTU yang lebih baik, dukungan keuangan, dan menyertakan batu bara di luar jaringan PLN (PLTU captive) ke dalam rencana pensiun dini PLTU.
“Sebagai pemilik pembangkit listrik tenaga batu bara terbesar kelima di dunia, ambisi Indonesia untuk memensiunkan PLTU pada 2040 adalah titik balik signifikan. Untuk mencapainya, Indonesia perlu mempercepat ekspansi energi terbarukan dan merumuskan kebijakan transisi yang adil. Ini adalah tantangan yang berat, namun merupakan peluang bagi Indonesia untuk mewujudkan perekonomian yang berkelanjutan dan juga berpotensi mengubah penggunaan batu bara global,” ungkap Rini Sucahyo, Manajer Komunikasi Asia EMBER.
Pemensiunan PLTU secara bertahap hingga 2040 akan memposisikan Indonesia untuk mencapai target iklim global 1,5C. Hal ini menandai sebuah langkah signifikan menuju masa depan yang berkelanjutan dan rendah karbon. Dengan melakukan transisi energi, Indonesia tidak hanya berkontribusi pada tujuan iklim global, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan memastikan kondisi iklim dan lingkungan yang lebih aman. (RA)
Foto: ist