Sunday , 15 December 2024
Home / TAMBANG MINERAL & BATUBARA / Riset Think Tank Energi Global, EMBER Climate, Data Gas Metana dari Tambang Batu Bara RI Tidak Akurat

Riset Think Tank Energi Global, EMBER Climate, Data Gas Metana dari Tambang Batu Bara RI Tidak Akurat

RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Lembaga think tank energi global, EMBER Climate, menyebut angka emisi gas metana tambang batu bara (coal mine methane) di Indonesia tidak dilaporkan dengan akurat.

Dalam hitungannya, tambang batu bara menghasilkan gas metana hingga delapan kali lebih besar dibandingkan estimasi resmi pemerintah. Perbedaan data ini mengancam tujuan Global Methane Pledge, yang juga ditandatangani Indonesia. Dalam perjanjian tersebut, sebanyak 111 negara sepakat mengurangi gas metana global  sebanyak 30% pada 2030.

Berdasarkan data IPCC, metana merupakan gas rumah kaca (GRK) yang memberikan dampak pemanasan global 30 kali lipat lebih kuat dibandingkan karbon dioksida dalam kurun waktu 100 tahun. Namun, Indonesia masih belum merujuk pada data tersebut dan dampak metana masih dianggap kurang substansial, sebagaimana disampaikan dalam laporan dua tahunan Indonesia ke UNFCCC (biennial update report).

Emisi gas metana dari tambang batu bara di Indonesia mencapai enam hingga tujuh kali lebih besar dibandingkan estimasi resmi, berdasarkan studi independen yang menggunakan data satelit dan tambang. Sedangkan, estimasi EMBER Climate menunjukkan bahwa tingkat emisi tersebut bahkan mencapai delapan kali lebih besar. Indonesia sebagai salah satu negara yang  menandatangani perjanjian metana global (Global Methane Pledge), perbedaan estimasi ini berisiko mengancam tujuan perjanjian tersebut, yaitu mengurangi emisi metana global sebanyak 30% pada tahun 2030.

BACA JUGA:

Mandiri Herindo Adiperkasa Jadi Kontraktor Tunggal Hauling di KPC, Siap Angkut Lebih dari 80 Juta Ton Batubara

Dody Setiawan, Analis Senior Iklim dan Energi Indonesia, EMBER Climate, mengatakan penggunaan metode estimasi yang lama berisiko menutupi besaran masalah gas metana tambang batu bara yang sebenarnya di Indonesia. Karena Indonesia sudah berkomitmen untuk turut mengurangi gas metana secara global, kredibilitas Indonesia di kancah internasional akan dipertanyakan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengakui keberadaan permasalahan ini dan memperbarui metode estimasi gas metana tambang batu bara Indonesia dalam laporan transparansi dua tahunan (BTR) ke UNFCCC mendatang. Hal ini akan membantu dalam merumuskan strategi mitigasi emisi metana dengan efektif, terang Dody, dalam siaran persnya, Selasa (12/3).

Laporan EMBER Climate juga menunjukan bahwa estimasi gas metana tambang batu bara terbuka (surface mine) akan meningkat hingga empat kali lipat jika menggunakan faktor emisi yang telah diperbaiki–yakni nilai pengali untuk mengestimasi emisi gas metana per ton produksi batu bara yang lebih akurat sesuai rekomendasi IPCC.

Selain itu, laporan iklim Indonesia terkini juga tidak memperhitungkan emisi dari berbagai aktivitas tambang bawah tanah (underground mine) yang dilakukan oleh 15 perusahaan batu bara. Dengan laju peningkatan emisi gas metana tambang batu bara terbuka yang mencapai 12% per tahun sejak 2000, tambahan emisi dari tambang bawah tanah akan memperbesar total emisi tersebut.

Sebagai contoh, proyek tambang batu bara bawah tanah oleh Qinfa akan menambah sekitar 332 kiloton metana (ktCH4) ke dalam atmosfer. Jika ditotal dengan angka resmi yang dilaporkan pada tahun 2019 (128 ktCH4), total emisi metana akan meningkat sebanyak tiga kali lipat. Saat dikonversi menjadi ekuivalen karbon dioksida, gabungan emisi gas metana dari tambang batu bara terbuka dan bawah tanah akan melebihi seluruh emisi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia selama tahun 2022.

Oleh karena itu, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperbaiki pengelolaan emisi gas metana tambang batu bara sesuai kerangka Global Methane Pledge. Dengan mengatasi masalah pelaporan yang tidak tepat, Indonesia dapat lebih memahami tantangan yang dihadapi terkait emisi gas metana. Hal ini akan memungkinkan Indonesia untuk menerapkan upaya mitigasi yang efektif, meningkatkan keselamatan pekerja tambang, dan mendukung pengembang proyek.

Selain itu, Dorothy Mei, Manajer Proyek Global Coal Mine Tracker, Global Energy Monitor (GEM), mengatakan “Sebagai produsen batu bara yang besar, peran aktif Indonesia dalam mengurangi emisi gas metana sangat krusial untuk menurunkan emisi global. Namun, kurangnya transparansi, serta sistem pengawasan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) yang kuat menjadi tantangan bagi evaluasi terhadap aktivitas pertambangan yang efektif. Maka, untuk mencapai tujuan Global Methane Pledge, Indonesia perlu merencanakan upaya pengawasan emisi, dan memperbaiki aksesibilitas data pertambangan dan metana.”

Sementara, Wira A. Swadana, Manajer Program Ekonomi Hijau, Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan: “Indonesia adalah penandatangan Global Methane Pledge yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas metana sebesar 30% pada tahun 2030. Hal yang menjadi perhatian adalah, emisi ini tidak diestimasikan secara tepat sebagai gas rumah kaca terbesar setelah karbon dioksida. Dengan demikian, laporan ini menjadi acuan penting dalam menganalisis tindakan yang dapat diambil oleh pemerintah dan pemangku kepentingan relevan lainnya untuk memitigasi perubahan iklim, khususnya terkait emisi gas metana.” (Rama Julian)

Foto: Dok ist

About Resourcesasia

Resources Asia.id adalah portal berita yang menginformasikan berita-berita terkini dan fokus pada pemberitaan sektor energi seperti minyak dan gas bumi (migas), mineral dan batubara (minerba), kelistrikan, energi terbarukan (ebt), industri penunjang, lingkungan, CSR, perdagangan dan lainnya.

Check Also

Local Hero MIND ID, Berdaya Demi Keluarga

RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – “Saya ingin setiap perempuan di desa Badau ini memiliki kesempatan yang sama …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *