Tuesday , 3 December 2024
Home / ENERGI MINYAK & GAS / Negara Berkembang Perlu Pembiayaan Iklim yang Tidak Bebani Ekonomi

Negara Berkembang Perlu Pembiayaan Iklim yang Tidak Bebani Ekonomi

RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – Hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim COP 29 di Baku, Azerbaijan telah menyepakati pembiayaan iklim (New Collective Quantified Goal/NCQG) senilai US$ 300 miliar per tahun bagi negara berkembang. Skema pembiayaan yang lebih progresif sangat krusial agar upaya mitigasi krisis iklim tidak membebani perekonomian negara berkembang seperti Indonesia.

Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (CELIOS), mengatakan, mekanisme NCQG sebaiknya diadopsi Indonesia untuk membuka ruang pendanaan transisi energi yang lebih progresif dibandingkan dengan yang disepakati dalam Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP). Pasalnya, pembiayaan melalui JETP lebih banyak berupa utang, yang dikhawatirkan justru menjadi beban fiskal Indonesia.

“Pemanfaatan dana publik dari negara maju berbentuk hibah yang lebih besar, dan opsi penghapusan utang, penting untuk memberikan ruang fiskal bagi percepatan transisi energi,” kata Bhima.

Bhima mencontohkan, NCQG dapat digunakan untuk proyek pensiun PLTU yang terhambat APBN, dan kebutuhan keuangan PLN bisa didanai melalui mekanisme debt swap atau debt cancellation. Selain itu, pembiayaan NCQG berupa hibah juga dapat digunakan untuk mengembangkan proyek-proyek pembangkit listrik berbasis surya, mikro hidro, dan angin, transmisi, serta baterai penyimpanan.

Senada dengan Bhima, Christina Ng, Managing Director Energy Shift Institute (ESI), mengungkapkan, “Negara-negara berkembang dan ekonomi yang sedang tumbuh sangat membutuhkan dukungan finansial (melalui NCQG), tetapi untuk mewujudkannya diperlukan reformasi sistemik, rencana ekonomi hijau yang konkrit, dan iklim investasi yang lebih baik untuk investasi swasta domestik. Negara maju juga harus bertanggung jawab atas peran mereka dalam krisis iklim, dengan memberikan lebih banyak pinjaman lunak.”

Pembiayaan iklim yang disepakati di COP 29 sebesar US$ 300 miliar per tahun juga lebih rendah dari yang dibutuhkan negara-negara berkembang. Mengacu draf NCQG, pembiayaan yang dibutuhkan negara berkembang dalam Nationally Determined Contributions (NDCs) mereka mencapai US$ 5 – 6,8 triliun hingga 2030.

“Komitmen NCQG sangat jauh dari pembiayaan yang dibutuhkan. Negara maju telah menolak bekerja sama dan justru membongkar omong kosong mereka tentang urgensi situasi saat ini. Apa yang disebut sebagai peta jalan oleh Presidensi COP 29 untuk mencapai US$ 1,3 triliun per tahun pada 2035 masih belum jelas, dan tidak ada jalur yang jelas untuk menuju ke sana,” tutur Thomas Houlie, Climate and Energy Policy Analyst, Climate Analytics.

Bhima menambahkan, perlu dipastikan pembiayaan iklim baru yang disepakati bukan sekadar program lama yang diklaim negara maju sebagai program baru dalam NCQG. Misalnya, bila asistensi teknis dari negara donor sebelum adanya NCQG diklaim ulang sebagai realisasi pendanaan baru, maka klaim itu tidak dibenarkan.

“Kehadiran NCQG seharusnya memberi ruang yang lebih ambisius agar setiap pendanaan berbasis pada transparansi dan realisasinya, bukan sekadar komitmen semata,” tegas Bhima.

Agung Budiono, Direktur Eksekutif CERAH, mengatakan bahwa masyarakat harus memantau porsi hibah dan utang yang ada di dalam NCQG, jika nantinya memperoleh pembiayaan ini. Pasalnya, pembiayaan NCQG tidak memandatkan pembiayaan harus 100% berasal dari hibah. “Adanya celah untuk utang masuk ke dalam NCQG harus dipantau dengan seksama. Idealnya, alokasi dana hibah mendominasi NCQG. Pembiayaan ini seharusnya menjadi bukti nyata dari negara maju untuk membantu negara-negara yang terdampak krisis iklim. Namun, jika lebih banyak berbentuk utang, malah akan mempersulit negara-negara berkembang,” ucap Agung.

Negosiasi terkait NCQG menjadi topik utama dalam pembahasan di KTT Perubahan Iklim COP 29 di Baku, Azerbaijan. NCQG merupakan target pembiayaan iklim yang akan menggantikan komitmen pembiayaan iklim yang sebelumnya sebesar US$ 100 miliar per tahun sejak disepakati di COP 15 pada 2009. (Rama Julian)

Foto: Dok ist

About Resourcesasia

Resources Asia.id adalah portal berita yang menginformasikan berita-berita terkini dan fokus pada pemberitaan sektor energi seperti minyak dan gas bumi (migas), mineral dan batubara (minerba), kelistrikan, energi terbarukan (ebt), industri penunjang, lingkungan, CSR, perdagangan dan lainnya.

Check Also

Kolaborasi PHR – EMP Gandewa, Dongkrak Produksi 12 Kali Lipat Lapangan Menggala South

RESOURCESASIA.ID, PEKANBARU – Kolaborasi Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan EMP Energi Gandewa, anak perusahaan PT …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *