RESOURCESASIA.ID, JAKARTA – PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) menandatangani Kesepakatan Bersama untuk Proyek Percontohan Rig to Reef (Project Agreement) dengan KHAN dari Korea Selatan sebagai wujud komitmen menjalankan operasi migas yang patuh dan ramah lingkungan di seluruh wilayah operasi Perusahaan.
General Manager Zona 10 yang membawahi PHKT, Djudjuwanto menjelaskan bahwa penandatanganan kesekapatan ini merupakan kelanjutan program sejak inisiasi pilot project ini di bulan Juli 2019 lalu. Menurutnya, Project Agreement ini merupakan turunan dari Implementing Arrangement, yaitu payung hukum antara Pemerintah Indonesia dengan Korea Selatan, yang telah ditandatangani pada bulan Maret tahun 2022.
“Project Agreement ini merupakan payung hukum yang mengatur lebih rinci terkait pelaksanaan pembongkaran anjungan migas di lapangan Attaka, pengangkutan dan penenggelamannya di dekat area konservasi Bontang, untuk menjadi struktur pendukung pertumbuhan terumbu karang, yang biasa disebut rig to reef”, ujar Djudjuwanto.
Dengan adanya habitat dan ekosistem baru ini yang dihasilkan dari proyek rig to reef ini, diharapkan akan meningkatkan populasi ikan sehingga akan menciptakan multiplier effect pertumbuhan ekonomi yaitu peningkatan tangkapan nelayan dan ekonomi wisata penyelaman (recreation diving).
Seperti yang telah diterapkan di negara-negara lain seperti di Teluk Meksiko Amerika Serikat, Brunei, maupun Malaysia, terumbu karang buatan ini akan menciptakan habitat dan ekosistem baru hingga meningkatkan keanekaragaman hayati di perairan tersebut, yang sangat baik bagi lingkungan dan sustainability.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia yang merupakan induk usaha PHKT, Chalid Said Salim menyampaikan bahwa konsep rig to reef ini juga dapat mengurangi biaya decommissioning hingga 10%-20% karena mengurangi biaya penanganan di darat.
“Pilot project ini merupakan suaru terobosan dalam industri hulu migas Indonesia yang nantinya dapat menjadi acuan bagi proyek-proyek decommissioning di masa yang akan datang, baik dari aspek perencanaan, perijinan, engineering, hingga pelaksanaan”, ujar Chalid.
Chalid menyampaikan terima kasih kepada seluruh instansi Kementerian dan Lembaga di Indonesia dan kepada Pemerintah Korea Selatan dan konsorsium kontraktor-kontraktor Korea, yang telah memberikan dana hibah dalam bentuk jasa ini kepada Pemerintah Indonesia di proyek ini. Apresiasi disampaikan juga oleh Chalid kepada Management KHAN yang menjadi pihak pelaksana utama pilot project ini dan berharap bahwa pengalaman di pilot project ini akan menambah nilai, kapasitas, dan kemampuan KHAN dalam usaha konstruksi, khususnya offshore decommissioning.
“Saya mengajak semua pihak untuk terus berkolaborasi, bekerja sama dan berkomunikasi dengan sebaik-baiknya, agar pilot project ini dapat kita kawal hingga tuntas dengan selamat dan merealisasikan manfaat-manfaat bagi semua pihak”, pungkas Chalid.
Project Manager KHAN JN Yoon menyampaikan apresiasi atas kolaborasi dalam proyek ini dapat berharap bahwa proyek ini akan memberikan hasil yang terbaik. “Semoga kami dapat terus menjaga hubungan baik yang telah terjalin selama ini, dan terus menjalin kolaborasi lagi di masa depan”, ujar JN Yoon.
Dalam 1-2 bulan kedepan rangkaian kegiatan sebelum offshore campaign masih cukup banyak dengan tenggat waktu yang cukup ketat, antara lain penerbitan Ijin Pembongkaran Instalasi di Perairan oleh Dirjen Hubla, penerbitan Ijin Lingkungan Hidup lingkup Penenggelaman (Reefing), ijin-ijin kontraktor pelaksana seperti Ijin Cabotage (penggunaan kapal berbendera asing), ijin tenaga kerja asing maupun ijin-ijin skala kecil lainnya.
PHKT akan terus mendukung inisiatif Pemerintah ini dengan upaya terbaik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. Saat ini PHKT sedang menantikan milestone berikutnya dari proyek ini yaitu Sailaway Heavy Lift Barge (HLB) dari Pulau Batam yang direncanakan pada akhir bulan September tahun 2022 ini. (RA)
FOTO: Pertamina Hulu Kalimantan Timur