Jakarta, resourcesasia.id – Banjir pasokan memunculkan skenario terburuk harga minyak mentah pada sejumlah tingkatan (grade) anjlok ke bawah US$0 per barel. Artinya, pembeli cuma perlu mengeluarkan ongkos angkut sementara komoditas minyak dapat diambil secara cuma-cuma alias gratis.
Dilansir dari CNN, Kamis (2/4), harga minyak mentah jatuh ke posisi terendah dalam 18 tahun terakhir dalam beberapa waktu terakhir. Pasalnya, permintaan anjlok karena semua aktivitas manusia terhenti di tengah pandemi virus corona. Jalan raya kosong dan banyak maskapai memutuskan untuk tidak melayani penerbangan.
Bahkan, mengutip Bloomberg News yang dilansir CNN, harga minyak mentah Wyoming baru-baru ini jatuh hingga negatif 19 sen per barel. Pada beberapa kasus, kapasitas penyimpanan yang kurang membuat produsen minyak perlu membayar pihak lain untuk mengambil alih produksi minyaknya.
Di sisi lain, pasokan minyak tetap mengalir di tengah perseteruan Arab Saudi dan Rusia terkait pengurangan produksi minyak. Rusia diketahui menolak memangkas produksi dalam pertemuan OPEC+ pada awal Maret lalu.
Imbas perseteruan itu, kedua negara justru menyatakan akan meningkatkan produksi serta melakukan perang harga. Sementara itu, AS tak memberikan tidak memberikan sinyal penurunan produksi.
Kondisi tersebut menandakan banjir pasokan minyak mentah. Dunia segera kehabisan ruang untuk menyimpan semua minyak mentah yang tidak digunakan tersebut karena anjloknya permintaan.
Dengan kata lain, fasilitas penyimpanan, kilang, terminal, kapal, dan pipa minyak mencapai kapasitas maksimum. Goldman Sachs mengatakan kondisi ini belum pernah terjadi sejak 1998.
“Pasar mulai memberi sinyal bahwa tidak ada permintaan untuk minyak mentah ini, sehingga tidak ada tempat untuk menampung,” kata analis energi senior di Neuberger Berman Jeff Wyll.
Sebenarnya, terdapat satu opsi penyimpanan yakni menempatkan semua minyak mentah ke kapal. JBC Energy mengatakan sekitar 20 persen dari kapal tanker global adalah kapal tanker jenis pembawa minyak mentah yang sangat besar atau Very Large Crude Carrier (VLCC). Meski demikian, JBC Energy kapal tanker raksasa itu pun tidak mampu menyerap semua surplus.
Karenanya, JBC Energy memprediksi sekitar 6 juta barel per hari (bph) minyak mentah akan menjadi ‘minyak tunawisma’ karena tidak memiliki tempat penyimpanan pada April mendatang. Angka ‘minyak tunawisma’ diramal naik menjadi 7 juta bph pada Mei.
Pasar mulai mencerna risiko tersebut sehingga harga minyak turun drastis. Meskipun acuan harga minyak utama seperti West Texas Intermediate (WTI) dan Brent masih diperdagangkan di posisi US$20 per barel, sejumlah harga regional baru-baru ini jatuh hingga satu digit.
Harga minyak anjlok lebih dari dua pertiga sejak Januari 2020. Mempertimbangkan kondisi itu, perusahaan-perusahaan minyak AS mulai membuat keputusan berat yakni menutup produksi. Kendala penyimpanan minyak, memaksa penutupan produksi sebanyak kurang lebih 900 ribu bph. Jumlah tersebut diproyeksi bertambah setiap jam.
Rystad Energy mengatakan surplus minyak memaksa penutupan produksi dalam jumlah besar pada April dan Mei. Sumur minyak yang lebih tua dan kurang produktif kemungkinan akan ditutup lebih dulu.
Bahkan perusahaan minyak terkuat AS mengatakan mereka akan mengurangi pengeluaran dan produksi. Chevron (CVX), misalnya, mengumumkan rencana pemangkasan target produksi Permian sebesar 20 persen. Demikian cnnindonesia.com.
photo : google image